Tuesday, December 3, 2013

Mukjizat Peristiwa Isra' dan Mi'raj

Isra’ ialah perjalanan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Masjidil Al Haram di Mekkah ke Masjidil Al Aqsha di Al Quds. Mi’raj ialah kenaikan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menembus beberapa lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, Malaikat, manusia dan jin. Semua itu ditempuh dalam sehari semalam.

Terjadi silang pendapat tentang sejarah terjadinya mukjizat ini. Apakah pada tahun kesepuluh kenabian ataukah sesudahnya? Menurut riwayat Ibnu Sa’d di dalam Thabaqat-nya peristiwa ini terjadi delapan belas bulan sebelum hijrah.


Gambar 1.

Jumhur kaum Muslim sepakat bahwa perjalanan ini dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan jasad dan ruh. Karena itu, ia merupakan salah satu mukjizatnya yang mengagumkan yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Kisah perjalanan ini disebutkan oleh Bukhari dan Muslim secara lengkap di dalam shahihnya. Disebutkan bahwa dalam perjalanan ini Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menunggang Buraq yakni satu jenis binatang yang lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta. Binatang ini berjalan dengan langkah sejauh mata memandang. Diebutkan pula bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memasuki Masjidill Aqsha lalu shalat dua raka’at di dalamyna. Kemudian Jibril datang kepadanya seraya membawa segelas khamar dan segelas susu. Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memilih susu. Setelah itu Jibril berkomentar,”Engkau telah memilih fitrah.”

Dalam perjalanan ini Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam naik ke langit pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sampai ke Sidratul-Muntaha. Di sinilah kemudian Allah mewahyukan kepadanya apa yang telah diwahyukan di antaranya kewajiban shalat lima waktu atas kaum Muslim, dimana pada awalnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam.

Keesokan harinya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan apa yang disaksikan kepada penduduk Mekkah. Tetapi oleh kaum musyrik berita ini didustakan dan ditertawakan. Sehingga sebagian mereka menantang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menggambarkan Baitul Maqdis, jika benar ia telah pergi dan melakukan shalat di dalamnya. Padahal ketika menziarahinya, tidak pernah terlintas dalam pikiran Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menghafal bentuknya dan menghitung tiang-tiangnya.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlihatkan bentuk dan gambar Baitul Maqdis di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sehingga dengan mudah beliau menjelaskannya secara rinci.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Ketika kaum Quraisy mendustakan aku, aku berdiri di Hijr (Isma’il), lalu Allah memperlihatkan Baitul Maqdis kepadaku. Kemudian aku kabarkan kepada mereka tentang tiang-tiangnya dari apa yang aku lihat. Berita ini oleh sebagian kaum musyrik disampaikan kepada Abu Bakar dengan harapan dia akan menolaknya. Tetapi ternyata Abu Bakar menjawab,”Jika memang benar Muhammad yang mengatakannya, maka dia telah berkata benar dan sungguh aku membenarkan lebih dari itu.”

Pada pagi harinya di malam Isra’ itu Jibril datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan cara shalat dan menjelaskan waktu-waktunya. Sebelum disyariatkannya shalat lima waktu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan shalat dua ra’kaat di pagi hari dan dua raka’at di sore hari sebagaimana dilakukan oleh Ibrahim ‘Alaihis Salam

Beberapa Ibrah ( pelajaran ) :

Pertama: Penjelasan tentang Rasul dan Mukjizat
Banyak penulis yang begitu gemar menggambarkan kehidupan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai kehiduapn manusia biasa, jauh dari hal-hal yang luar biasa dan mukjizat. Bahkan tidak memperhatikan sama sekali adanya kemukjizatan dalam kehidupan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan berdalil kepada ayat:

“Katakanlah,”Sesungguhnya mukjizat itu hanya berada di sisi Allah…..” (QS Al An’am: 109)

Gambaran seperti ini akan memberikan kesan kepaa para pembaca bahwa Sirah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sama sekali jauh dari mukjizat dan bukti-bukti yang biasanya digunakan Allah untuk mendukung para Nabi-Nya yang jujur dan benar.
Jika kita telusuri sumber “teori” tentang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ini ternyata kita dapati berasal dari pemikiran sebagian orientalis dan peneliti asing, seperti Gustav Lebon, August Comte dan Goldzieher dan teman-temannya.
Timbulnya teori ini disebabkan oleh tidak adanya keimanan kepada pencipta mukjizat. Sebab jika keimanan kepada Allah telah menghujam di dalam hati, maka akan mudah untuk meyakini segala sesuatu. Bahkan tidak akan ada lagi di dunia ini sesuatu yang berhak disebut mukjizat.

Tragisnya teori ini telah disambut baik oleh sebagian pemikir muda Muslim, seperti Syaikh Muhammad Abduh, Muhammad Farid Wajdi, dan Husain Haikal. Mereka menyebarkan pemikiran-pemikiran asing ini hanya karena tertipu oleh kelicikan tipu daya musuh dan fenomena kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa dan Barat.

Kemudian pemikiran-pemikiran asing yang dikemukakan oleh sebagian pemikir muda Muslim ini oleh para musuh Islam, khususnya orientalis, dijadikan alat utuk membuka medanmedan dan ladang-ladang baru untuk melakuan ghazwul fikri dan menimbulkan keraguan kaum Muslim terhadap agamanya. Senjata bagi serbuan langsung terhadap aqidah Islamiyah dan penanaman pemikiran-pemikiran sekuler di benak kaum Muslimin.

Demikianlah mereka mulai memberikan sifat-sifat tertentu kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti heroik, jenius, pahlawan, dan pemimpin dalam arti kata yang serba menakjubkan.

Pada waktu yang sama mereka menggambarkan kehidupan umum Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam jauh dari mukjizat dan hal-hal yang luar biasa yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran, sehingga dengan demikian akan tercipta suatu gambaran baru tentang diri Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, di dalam benak kaum Muslim.

Kadang mereka menamakan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai seorang jeius, atau seorang komandan, atau seorang pahlawan. Tetapi sesuatu yang tidak boleh muncul sama sekali adalah gambaran bahwa Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai seorang Nabi dan Rasul.

Sebab semua hakekat kenabian dan segala hal yang berkaitan dengannya seperti wahyu, mukjizat dan hal-hal yang luar biasa lainnya telah dibunag melalui penonjolan istilah-istilah tertentu, seperti jenius dan pahlawan yang jauh dari mukjizat ke dalam keranjang mitologi atau dongeng-dongeng yang sudah usang. Ini karena mereka menyadari bahwa fenomena wahyu dan kenabian merupaakan puncak kemukjizatan.

Pada saat itulah akan muncul anggapan bahwa sebab kemajuan dakwah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan banyaknya pengikut yang setia kepadanya, adalah kaerne faktor kejeniusan dan kepahlawanannya. Perhatikanlah !Sesungguhnya sasaran yang  ingin mereka capai ini nampak jelas ketika mereka memasarkan istilah „Muhammadaniest” sebagai danti dari Muslimin.

Tetapi sejauh manakah kebenaran gambaran tentang diri Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ini dalam kacamata kajian yang objektif dan logis?

Pertama, jika kita perhatikan kembali fenomena wahyu yang tampak dengan jelas pada kehidupan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam (pada bab terdahulu telah dijelaskan secara rinci), nyatalah bagi kita bahwa sifat-sifat yang paling menonjol dalam kehidupannya ialah sifat kenabian. Kenabian adalah termasuk nilai-nilai keghaiban yang tidak mengikuti kriteria-kriteria kita yang bersifat empirik.

Dengan demikian arti mukjizat yang di luar kebiasaan itu tetap ada pada pangkal keberadaan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tidak mungkin kita menolak mukjizat dan hal-hal yang luar biasa dari kehidupan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, kecuali dengan menghancurkan makna kenabian itu sendiri dari kehidupannya. Ini berarti juga penolakkan terhadap agama itu sendiri, kendatipun kesimpulan ini tidak disebutkan secara eksplisit oleh sebagian orientalis dan cukup dengan menjelaskan kejeniusan dan keberanian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Mereka tidak perlu lagi menjelaskan kesimpulan karena telah cukup dengan muqaddimah. Kesimpulan akan terbentuk secara otomatis setelah diteirma muqaddimahnya.

Namun banyak pula di antara mereka yang seara terus terang menyebutkan “kesimpulan” karena kebencian yang tak tertahankan lagi. Seperti Syibli Syamil ketika menamakan keimanan kepada agama dengan “keimanan kepada mukjizat yang mustahil”

Dengan demikian tidak ada gunanya lagi membahas keingkaran atau keimanan mereka terhadap mukjizat, karena sejak awal mereka sudah meragukan atau menolak dasar agama itu sendiri.

Kedua, jika kita perhatikan Sirah kehidupan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka akan kita dapati bahwa Allah telah memberikan banyakmukjizat kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Keberadaan dan kebenaran mukjizat-mukjizat ini tidak dapat kita tolak begitu saja, karena peristiwa-peristiwa mukjizat itu disampaikan kepada kita dengan sanad-sanad yang shahih dan mutawatir yang mencapai tingkatan pasti dan yakin.

Di antara peristiwa memancarnya air dari jari-jari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mulia. Peristiwa ini diriwayatkan oleh Bukhari di dalam bab Wudhu’, Muslim di dalam bab Al Fadha’il (keutamaan), Malik di dalam Al Muqaththa’, dan imam-imam hadits lainya dengen beberapa jalan yang berlainan. Sehingga Az Zarqani meriwayatkan perkataaan Al Qurthubi:
Sesungguhnya peristiwa memancarnya air dari jari-jari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berulang-ulang di beberapa tempat. Peristiwa ini juga diriwayatkan dari jalan yang banyak, yang semuanya mencapai tingkatan pasti, bahkan dapat dikatakan mutawatir ma’nawi.

Mukjizat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam lainnya ialah peristiwa terbelahnya bulan pada masa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika orang-orang musyrik memintanya. Perisitwa ini diriwayatkan oleh Bukhari di dalam bab Ahaditsul-Anbiya, Muslim di dalam bab Shifatul – Qiyamah dan imam -imam hadits lainnya.

Berkata Ibnu Katsir; ”Peristiwa ini diriwayatkan oleh hadits-hadits yang mutawatir dengan sanad-sanad yang shahih.” Para ulama telah sepakat bahwa peristiwa ini terjadi pada masa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan merupakan salah satu mukjizat yang mengagumkan.

Dan peristiwa Isra’ Mi’raj yang sedang kita bahas ini juga merupakan salah satu mukjizat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahkan sebagian besar kaum Muslimin telah sepakat bahwa Isra’ dan Mi’raj ini termasuk mukjizat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang terbesar.

Tetapi anehnya orang-orang yang memberikan sifat jenius kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menolak apa yang disebut mukjizat dari kehidupannya, berpura-pura tidak mengetahui hadits-hadits mutawatir yang mencapai tingkat derajat Qath’i 8pasti) ini: Mereka tidak pernah mau menyinggungnya sama sekali, bai dalam konteks positif ataupun negatif., seolah-olah kitab-kitab hadits tidak pernah memuatnya. Padahal masing-masingnya diriwayatkan lebih dari sepuluh jalan (sanad).

Penyebab utama dari sikap tidak mau tahu ini ialah karena mereka ingin menghindari kemusykilan yang akan mereka hadapi manakala membaa hadits-hadits tentang mukjizat ini. Sebab hadits-hadits ini bertentangan diametral dengan teori ang ada di kepala mereka.

Ketiga, mukjizat ialah sebuah kata yang jika direnungkan tidak memiliki definisi yang berdiri sendiri. Ia hanya suatu makna yang nisbi. Menurut istilah yang sudah berkembang, mukjizat ialah setiap perkara yang luar biasa. Sedangkan setiap kebiasaan pasti akan berkembang mengikuti perkembangan jaman dan berlainan sesuai dengan perbedaan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Mungkin sesuatu pada masa tertentu, dianggap sebagai mukjizat pada masa sekarang sudah menjadi hal biasa. Atau mungkin sesuatu yang biasa di lingkungan orang-orang yang sudah maju, masih menjadi mukjizat di kalangan orang-orang primitif.
Tetapi yang benar, bahwa sesuatu yang biasa dan yang luar biasa itu pada dasarnya adalah mukjizat.

Galaksi ada mukjizat, planet adalah mukjizat, hukum gaya tarik adalah mukjizat, peredaran darah adalah mukjizat, ruh adalah mukjizat dan manusia itu sendiri adlaah mukjizat. Sungguh tepat ketika seorang ilmuwan Prancis, Chatubriant menamakan manusia ini dengan makhluk metafisik, yakni makhluk ghaib yang misterius.

Hanya saja, manusia telah melupakan karena terlalu lama dan sering menghadapi dan merasakannya segi mukjizat dan nilainya. Kemudian mengira, karena kebodohannya, bahwa mukjizat ialah sesuatu yang mengejutkan dan di luar kebiasaan ini dijadikan ukuran keimanan atau penolakan terhadap sesuatu. Ini adalah kebodohan manusia yang aneh pda abad ilmu pengetahuan dan teknologi.

Seandainya manusia mau berpikir lebih jauh sedikit, niscaya akannampak baginya bahwa Allah yang menciptakan mukjizat seluruh alam semesta ini tidak pernah kesulitan untuk menambahkan mukjizat lain, atau mengganti sebagian sistem yang telah berjalan di dalam semsta ini. Seorang orientalis, William Johns pernah sampai kepada pemikiran seperi ini ketika mengatakan:

“Kekuatan yang telah menciptakan alam semesta ini tidak pernah kesulitan untuk membuang atau menambahkan sesuatu kepadanya. Adakah mudah untu dikatakan bahwa masalah ini tidak dapat digambarkan oleh akal. Tetapi yang harus dikatakan bahwa masalah ini tidak tergambarkan, bukan tidak dapat digambarkan sampai ke tingkat adanya alam.”

Maksudnya seandainya alam ini tidak ada, kemudian dikatakan kepada seseorang yang mengingkari mukjizat dan hal-hal yang luar biasa, dan tidak dapat menggambarkan keberadaannya. Akan ada alam. Niscaya dia akan langsung menjawab,”Ini tidak mungkin dapat digambarkan.” Penolakannya terhadap gambaran seperti ini akan lebih keras ketimbang penolakkannya terhadap gambaran adanya mukjizat.

Inilah yang harus dipahami oleh setiap Muslim, baik mengenai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ataupun mukjizat-mukjizat yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Kedua: Kedudukan Mukjizat Isra’ dan Mi’raj di antara peristiwa-peristiwa yang telah dialami Rasullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada waktu itu.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah merasakan berbagai penyiksaan dan gangguan yang dilancarkan kaum Quraisy kepadanya. Di antara penderitaan yang terakhir (sampai terjadinya Isra’ dan Mi’raj) ialah apa yang dialaminya ketika hijrah ke Thaif yang telah dijelaskan pada bab terdahulu.
Perasaan tidak berdaya sebagai manusia, dan betapa perlunya kepada pembelaan, terungkapkan seluruhnya di dalam doa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diucapkannya setelah tiba di kebun kedua anak Rabi’ah. Suatu ungkapan yang menggambarkan Äubudiyah kepada Allah.

Dalam munajatnya ini pula terungkap makna pengaduan kepada Allah dan keingingannya untuk mendapatkan penjagaan dan pertolongan-Nya. Bahkan ia khawatir jangan-jangan  apa yang dialaminya ini karena murka Allah kepadanya. Karenanya, diantara untaian doanya, terucapkan kalimat:

“Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua ini tidak aku hiraukan.”

Kemudian setelah itu datanglah “undangan” Isra’ dan Mi’raj sebagai penghormatan dari Allah, dan penyegaran semangat dan ketbahannya. Di samping sebagai bukti bahwa apa yang baru dialaminya dalam perjanana hijtah ke thaif bukan karena Allah murka atau melepaskannya, tetapi hanya merupakan Sunnahtullah yang harus berlaku pada para kekasih-Nya. Sunnah dakwah Islamiyah pada setiap masa dan waktu.

Ketiga, Makna yang terkandung dalam perjalanan isra’ ke Baitul Maqdis
Berlangsungnya pernajalan Isra’ ke Baitul Maqdis dan Mi’raj ke langit ketujuh dalam rentang waktu yang hampir bersamaan, menunjukkan betapa tinggi dan mulia kedudukan Baitul Maqdis di sisi Allah. Juga merupakan bukti nyata akan adanya hubungan yang sangat erat antara ajran Isa ‘Alaihis Salam dan ajaran Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ikatan agama yang satu yang diturunkanAllah kepada para Nabi ‘Alaihis Salam

Peristiwa ini juga memberikan isyarat bahwa kaum Muslim di setiap tempat dan waktu harus menjaga dan melindungi rumah suci (Baitul Maqdis) ini dari keserakahan musuh-musuh Islam. Seolah-olah hikmah Ilahiyah ini mengingatkan kaum Muslim jaman sekarang agar tidak takut dan menyerah menghadapi kaum Yahudi yang tengah menodai dan merampas rumah suci ini, utuk membebaskannya dari tangan-tangan najis, dan mengembalikannya kepada pemiliknya kaum Muslimin.
Siapa tahu? Barangkali peristwia Isra’ yang agung inilah yang telah mengerahkan Shalahuddin Al Ayyubi untuk mengerahkan segala kekuatannya melawan serbuan-serbuan Salib dan mengusirnya dari rumah Suci ini.

Keempat: pilihan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap minuman susu, ketika Jibril menawarkan dua jenis minuman, susu dan khamar, merupakan isyarat secara simbolik bahwa Islam adalah agama fitrah. Yakni agma yang aqidah dan seluruh huumnya sesuai dengan tuntutan fitrah manusia. Di dalam Islam tidak ada sesuatu puny ang bertentangan dengan tabiat manusia. Seandainya fitrah berbentuk jasad, niscaya Islam akan menjadi bajunya yang pas.

Faktor inilah yang menjadi rahaia mengapa Islam begitu cepat tersebar dan diterima manusia. Sebab betapapun tingginya budaya dan peradaban manusia, dan betapapun menusia telah mereguk kebahagiaan material, tetapi ia akan tetap menghadapi tuntutan pemenuhan fitrahnya. Ia tetap cenderung ingin melepaskan segala bentuk beban dan ikatan-ikatan yang jauh dari tabiatnya. Dan Islam adalah satu-satunya sistem yang dapat memenuhi semua tuntutan fitrah manusia.

Kelima, Jumhur Ulama baik salaf ataupun kahlaf telah sepakat bahwa Isra’ dan Mi’raj dilakukan dengan jasad dan ruh oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Imam Nawawi berkata di dalam Syarhu Muslim,”Pendapat yang benar menurut kebanyakan kaum Muslim, Ulama Salaf, semua Fuqaha, ahli hadits dan ahli ilmu tauhid, adalah bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam diisra’kan dengan jasad dan ruhnya. Semua nash menunjukkan hal ini, dan tidak boleh ditakwolkan dari arti zhahirnya, kecuali dengan dalil.

Ibnu Hajar di dalam Syarahnya terhadap Bukhari berkata, “Sesungguhnya Isra’ dan Mi’raj terjadi pada satu malam, dalam keadaan sadar, dengan jasad dan ruhnya. Pendapat inilah yang diikuti oleh Jumhur Ualama, ahli hadits, ahli fiqih, dan ilmu kalam. Semua arti zhahir dari hadits-hadits shahih menunjukkan pengertian tersebut, dan tidak boleh dipalingkan kepada pengertian lain, karena tidak ada sesuatu yang mengusik akal untuk menakwilkannya.”

Di antara dalil yang secara tegas menunjukkan bahwa Isra’ dan Mi’raj dilakukan dengan jasad dan ruh, ialah sikap kaum Quraisy yang menentang keras kebenaran peristiwa ini. Seandainya peristiwa ini hanya melalui mimpi, kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakannya demikian kepada mereka, niscaya tidak akan mengundang keberanian dan pengingkaran sedemikian rupa. Sebab penglhatan dalam mimpi itu tidak ada batasnya. Bahkan mimpi seperti itu, pada waktu itu bisa saja dialami oleh orang Muslim dan kafir. Seandainya peristiwa ini hanya dilakukan dengan ruh saja, niscaya mereka tidak akan bertanya tentang gambaran Baitul Maqdis untuk memastikan dan menentanngnya.

Mengenai bagaimana mukjizat ini berlangsung, dan bagaimana akal dapat menggambarkannya, maka sesungguhnya mukjizat ini tidak jauh berbeda dari mukjizat alam semesta dan kehidupan ini. Telah kamis ebutkan, bahwa setiap fenomena-fenomena alamsemesta ini dengan mudah dapat digambarkan dan diterima akal manusia, mengapa mukjizat ini tidak dapat diterima pula dengan mudah?

Keenam, Ketika membahas kisah Isra’ dan Mi’raj ini, hati-hatilah dan jauhkanlah diri Anda dari apa yang disebut dengan “Mi’raj Ibnu Abbas”. Buku ini berisi kumpulan cerita palsu yang tidak memiliki sandaran kebenaran sama sekali. Penulisnya telah berdusta besar atas nama Ibnu Abbas. Setiap orang yang terpelajar dan berakal sehat pasti mengetahui bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu bebsa dari segala kedustaan yang ada di dalam buku tersebut. (Prof. DR. Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi/fimadani)

Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Isra' Mi’raj Nabi Muhammad SAW (Shallallahu Alaihi wa Sallam) merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam.

Isra' Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban shalat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj.

Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan shalat lima waktu.

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.

Pembedahan pertama sebelum kenabian

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam didatangi Jibril Alaihi wa Sallam ketika beliau bermain bersama anak-anak (sebayanya). Lalu beliau diambil, kemudian dibedah dadanya. Dikeluarkanlah jantung (qolbu, hati), lalu dikeluarkan dari jantung itu segumpal darah. Dia (Jibril) berkata: “Ini adalah bagian setan darimu.” Kemudian jantungnya dibasuh dalam bejana emas dengan Air Zam Zam, lalu dikembalikan ke tempatnya semula. Sementara anak-anak tadi datang mengabarkan kepada ibunya, yaitu ibu susuannya. Mereka berkata: “Sesungguhnya Muhammad telah dibunuh.” Kemudian mereka mendatanginya (Muhammad) dan beliau dalam keadaan berubah kulitnya (menjadi pucat). Anas berkata: “Dan sungguh aku pernah melihat bekas pembedahan itu di dada beliau.”

HR Muslim (162.3), Kitab Iman, Bab Isra Rasulullah ke Langit dan Kewajiban Shalat. Perkataan Anas tentang bekas pembedahan inilah yang mungkin sekarang dikenal sebagai jaringan parut.

Peristiwa ketika Isra

Pembedahan kedua sesudah kenabian

Qatadah: Telah mengisahi kami Anas bin Malik, dari Malik bin Sha’sha’ah radhiyallahu anhuma, ia telah berkata: Telah bersabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: “Ketika aku di al-Bait (yaitu Baitullah atau Ka’bah) antara tidur dan jaga”, kemudian beliau menyebutkan tentang seorang lelaki di antara dua orang lelaki. “Lalu didatangkan kepadaku bejana dari emas yang dipenuhi dengan kebijaksanaan dan keimanan. Kemudian aku dibedah dari tenggorokan hingga perut bagian bawah. Lalu perutku dibasuh dengan Air Zam Zam, kemudian diisi dengan kebijaksanaan (hikmah) dan keimanan. Dan didatangkan kepadaku binatang putih yang lebih kecil dari kuda dan lebih besar dari baghal (peranakan kuda dan keledai), yaitu Buraq. HR al-Bukhari (3207). Hadits ini akan dilanjutkan pada bagian Langit Ke-1.

Dari Anas bin Malik, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Aku didatangi mereka (malaikat), kemudian mengajakku ke Sumur Zam Zam. Lalu dadaku dibedah, kemudian dibasuh dengan Air Zam Zam. Lalu aku dikembalikan.” HR Muslim (162.2), Kitab Iman, Bab Isra Rasulullah ke Langit dan Kewajiban Shalat.

Beliau SAW melihat gambaran para nabi dan umatnya

Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: Ketika Nabi SAW diisra`kan, beliau melewati seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka ada banyak orang. Dan seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka beberapa orang. Dan seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka tidak ada seorangpun sampai beliau melewati kelompok yang besar. Aku berkata: “Siapa Ini?” Dijawablah (oleh Jibril): “Musa dan kaumnya. Akan tetapi angkatlah kepalamu, kemudian lihatlah!” Kemudian ada kelompok besar yang memenuhi ufuk dari sebelah sana dan dari sebelah sana. 

Lalu dikatakan (oleh Jibril): “Mereka adalah umatmu dan yang lainnya adalah kelompok dari umatmu yang berjumlah tujuh puluh ribu (70.000) orang yang akan masuk surga tanpa hisab (perhitungan amal).” Kemudian beliau masuk (ke kamar beliau) dan mereka (para sahabat) tidak menanyai beliau dan beliau tidak merangkan kepada mereka. Maka mereka berkata: “Kami adalah mereka itu tadi”. Dan ada pula yang berkata: “Mereka adalah anak-anak kami yang lahir dalam fitrah dan Islam”. 

Kemudian Nabi SAW keluar, lalu bersabda: “Mereka adalah orang-orang yang tidak berobat dengan besi panas, tidak meruqyah, dan tidak pula bertakhayul (tathayyur). Dan mereka bertawakal kepada Tuhan mereka.” Lantas Ukasyah bin Mihshan berdiri lalu berkata: “Saya termasuk mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya.” Kemudian yang lain lagi berdiri lalu berkata pula: “Saya termasuk mereka?” Beliau menjawab: “Kamu telah didahului oleh Ukasyah (dalam bertanya demikian).”

HR at-Tirmidzi (2446). Beliau berkata: “Ini adalah hadits hasan shahih”.
Dalam hadits ini terdapat tambahan seorang sahabat lagi yang mendapat kabar gembira akan masuk surga, yaitu Ukasyah bin Mihshan.

Beliau SAW bertemu beberapa kelompok malaikat dan mereka berwasiat sama untuk umat beliau

Dia (Anas) berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Tidaklah aku melewati sekelompok malaikat pada malam aku diisra`kan kecuali mereka berkata: Wahai Muhammad, suruhlah umatmu berbekam.”

HR Ibnu Majah (3479), Kitab Pengobatan, Bab Bekam. Disahkan al-Albani dalam Shahih al-Jami` (II: 5671), dan Takhrij al-Misykat (4544).

Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: “Tidaklah aku melewati sekelompok malaikat pada malam aku di isra`kan kecuali tiap mereka berkata kepadaku: Wajib bagimu wahai Muhammad untuk berbekam.”

HR Ibnu Majah (3477), Kitab Pengobatan, Bab Bekam. Dishahihkan al-Albani dalam ash-Shahihah (V: 2263) dan Shahih al-Jami` (II: 5672).

Beliau SAW bertemu Nabi Ibrahim yang berwasiat untuk umat beliau

Dari Ibnu Mas’ud, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Aku bertemu Ibrahim pada malam aku diisra’kan. Iapun bertanya: “Wahai Muhammad, suruhlah umatmu mengucapkan salam kepadaku, dan kabarkanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya surga subur tanahnya, manis airnya, dan terhampar luas. Dan bahwasanya tanamannya adalah (ucapan dzikir) Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha illallah, Allahu Akbar.”

HR at-Tirmidzi (3462), Kitab Doa-Doa dari Rasulullah, Bab Dalil tentang Keutamaan Tasbih, Takbir, Tahlil, dan Tahmid. Beliau berkata: Ini adalah hadits hasan gharib dari sisi ini dari hadits Ibnu Mas’ud. Dihasankan al-Albani dalam ash-Shahihah (I:105) dengan dua syahid (penguat) dari hadits Ibnu ‘Umar dan hadits Abu Ayyub al-Anshari. Beliau SAW mengimami shalat jama’ah para nabi di Masjid Al-Aqsha


 Majid Al-Aqsha yang asli di Palestina

Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW : “….. Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama’ah para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Sanu’ah. Dan ada pula ‘Isa bin Maryam alaihi`ssalam sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim ‘alaihi`ssalam sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami mereka. Seusai shalat, ada yang berkata (Jibril): “Wahai Muhammad, ini adalah Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya!” Akupun menoleh kepadanya, namun dia mendahuluiku memberi salam. HR Muslim (172).

Beliau SAW melihat Nabi Musa, Nabi Isa, Dajjal, dan Malaikat Malik Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: “Pada malam aku diisra’kan aku melewati Musa di gundukan tanah merah ketika dia sedang shalat di dalam kuburnya.” HR Muslim (2375), Kitab Keutamaan-Keutamaan, Bab Sebagian Keutamaan Musa.

Dari Abu al-’Aliyah: Telah mengisahi kami sepupu Nabi kalian, yaitu Ibnu ‘Abbas radhiya`llahu ‘anhuma, dari Nabi SAW, beliau telah bersabda: “Pada malam aku diisra’kan aku telah melihat Musa, seorang lelaki berkulit sawo matang, tinggi kekar, seakan-akan dia adalah lelaki Suku Syanu’ah. Dan aku telah melihat ‘Isa, seorang lelaki bertinggi sedang, berambut lurus. Dan aku juga telah melihat Malaikat Penjaga Neraka dan Dajjal” termasuk ayat yang telah diperlihatkan Allah kepada beliau. {maka janganlah kamu ragu tentang pertemuan dengannya (yaitu Musa) (as-Sajdah, 32: 23)}.

Dari Anas dan Abu Bakrah, dari Nabi SAW: “Malaikat-malaikat kota Madinah berjaga-jaga dari Dajjal.”

HR al-Bukhari (3239), Kitab Permulaaan Penciptaan, Bab Penyebutan Malaikat.
Disodorkan kepada beliau SAW dua gelas minuman

Abu Hurairah telah berkata: Pada malam beliau diisra`kan, disodorkan kepada Rasulullah SAW dua gelas minuman: khamr (minuman keras) dan susu. Beliaupun melihat keduanya, lalu mengambil susu. Jibril berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki engkau kepada fitrah. Seandainya engkau mengambil khamr, niscaya binasalah umatmu.”

HR al-Bukhari (4709), Kitab Tafsir al-Qur’an, Bab Firmannya {yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram (al-Isra’, 17: 1)}.

Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Ketika aku diisra`kan, aku bertemu Musa. Dia berkata: Kemudian beliau menyifatkannya. Dia adalah lelaki, aku mengira beliau bersabda: Kurus, agak tinggi. Rambutnya ikal, seakan-akan dari suku Syanu’ah. Beliau bersabda: Dan aku bertemu ‘Isa. Dia berkata: Kemudian beliau menyifatkannya. Beliau bersabda: Tingginya sedang, berkulit kemerahan, seperti baru keluar dari Dimas, yaitu pemandian. Dan aku telah melihat Ibrahim. Beliau bersabda: Dan aku adalah keturunannya yang paling mirip dengannya. Beliau bersabda: Dan disodorkan kepadaku dua gelas minuman. Salah satunya susu, dan yang lain khamr. Kemudian dikatakan kepadaku: Ambillah yang mana dari keduanya yang engkau kehendaki! Akupun mengambil susu, kemudian meminumnya. Lalu dikatakan kepadaku: “Engkau telah ditunjuki kepada fitrah” atau “Engkau telah menepati fitrah. Adapun sungguh seandainya engkau mengambil khamr, niscaya binasalah umatmu.”

HR at-Tirmidzi (3130), Kitab Tafsir al-Qur`an dari Rasulullah, Bab Dan Dari Surah Bani Isra`il. Beliau berkata: “Ini adalah hadits hasan shahih.”

Peristiwa ketika Mi’raj

Langit Ke-1: Nabi Adam
Akupun pergi bersama Jibril hingga kami mendatangi Langit Dunia. Ada yang bertanya: “Siapa ini?”, dia menjawab: “Jibril”. Ditanya lagi: “Siapa bersamamu?”, dia menjawab: “Muhammad”. Ditanya lagi: “Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?”, dia menjawab: “Ya”. Dikatakanlah: “Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba”. Begitu menjumpai Adam, aku memberinya salam. Diapun berkata: “Selamat datang untukmu wahai anak dan nabi!”.

Langit Ke-2: Nabi Isa dan Nabi Yahya
Kemudian kami mendatangi Langit Kedua. Ada yang bertanya: “Siapa ini?”, dia menjawab: “Jibril”. Ditanya lagi: “Siapa bersamamu?”, dia menjawab: “Muhammad”. Ditanya lagi: “Sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?”, dia menjawab: “Ya”. Dikatakanlah: “Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba”. Ketika menjumpai Isa dan Yahya, keduanya berkata: “Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!”.

Langit Ke-3: Nabi Yusuf
Lalu kami mendatangi Langit Ketiga. Ada yang bertanya: “Siapa ini?”, dia menjawab: “Jibril”. Ditanya lagi: “Siapa bersamamu?”, dia menjawab: “Muhammad”. Ditanya lagi: “Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?”, dia menjawab: “Ya”. Dikatakanlah: “Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba”. Saat menjumpai Yusuf, aku memberinya salam. Dia berkata: “Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!”.

Langit Ke-4: Nabi Idris
Lantas kami mendatangi Langit Keempat. Ada yang bertanya: “Siapa ini?”, dia menjawab: “Jibril”. Ditanya: “Siapa bersamamu?”, dia menjawab: “Muhammad”. Ditanya lagi: “Dan telah waktunya ia diutus kepada-Nya?”, dia menjawab: “Ya”. Dikatakanlah: “Selamat datang untuknya dan sebaik-baik pendatang telah tiba”. Tatkala menjumpai Idris, aku memberinya salam. Diapun berkata: “Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!”.

Langit Ke-5: Nabi Harun
Kemudian kami mendatangi Langit Kelima. Ada yang bertanya: “Siapa ini?”, dia menjawab: “Jibril”. Ditanya: “Siapa bersamamu?”, dia menjawab: “Muhammad”. Ditanya lagi: “Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?”, dia menjawab: “Ya”. Dikatakanlah: “Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba”. Saat kami menjumpai Harun, aku memberinya salam. Diapun menjawab: “Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!”.

Langit Ke-6: Nabi Musa
Lantas kami mendatangi Langit Keenam. Ada yang bertanya: “Siapa ini?”, dia menjawab: “Jibril”. Ditanya: “Siapa bersamamu?”, dia menjawab: “Muhammad”. Dikatakan: “Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya? Selamat datang untuknya dan sebaik-baik pendatang telah tiba.” Ketika menjumpai Musa, aku memberinya salam. Diapun dia berkata: “Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!”. Tatkala aku berlalu, dia menangis sehingga ditanya: “Apa yang menyebabkanmu menangis?”. Dia menjawab: “Wahai Tuhan, (yang menyebabkanku menangis yaitu) pemuda ini yang diutus sesudahku. Umatnya yang masuk surga lebih utama daripada umatku yang memasukinya.”

Langit Ke-7: Nabi Ibrahim
Lalu kami mendatangi Langit Ketujuh. Ada yang bertanya: “Siapa ini?”, dia menjawab: “Jibril”. Ditanya: “Siapa bersamamu?”, dia menjawab: “Muhammad”. Dikatakanlah: “Dan telah waktunya ia diutus kepada-Nya? Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba.” Saat menjumpai Ibrahim, aku memberinya salam. Diapun berkata: “Selamat datang untukmu, wahai putra dan nabi!”.

Baitul Makmur
Tatkala dinaikkan ke Baitul Makmur, aku menanyai Jibril. Maka ia menjawab: “Ini adalah Baitul Makmur. Setiap hari di dalamnya shalat tujuh puluh ribu (70.000) malaikat. Jika mereka telah keluar, mereka tidak akan pernah kembali lagi ke sana sampai yang terakhir dari mereka.”

Peristiwa di Sidratul Muntaha
Dan aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha yang mana buahnya seperti bejana batu dan daunnya seperti telinga gajah. Pada akarnya terdapat empat sungai: dua sungai batin dan dua sungai lahir. Begitu kutanyai Jibril, ia menjawab: “Adapun dua yang batin (tidak tampak dari dunia) berada di surga, sedangkan dua yang lahir (tampak di dunia) adalah Nil dan Eufrat.” Kemudian aku diwajibkan lima puluh shalat. HR al-Bukhari (3207).

Peristiwa di Surga
Dari Anas bin Malik, dari Rasul SAW , beliau telah bersabda: Ketika aku jalan-jalan di Surga, aku mendekati sungai yang di kedua bantarannya terdapat kubah-kubah dari rangkaian mutiara. Aku bertanya: “Apa ini wahai Jibril?” Ia menjawab: “Ini adalah al-Kautsar yang diberikan Tuhanmu kepadamu.” Maka ingatlah (ketahuilah) oleh kalian bahwa tanahnya atau debunya adalah kesturi yang harum semerbak. HR al-Bukhari (6581), Kitab Kelembutan Hati, Bab Tentang al-Kautsar.

Peristiwa di Neraka
Dari Anas bin Malik, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: Ketika aku dimi’rajkan [Tuhanku yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi], aku melewati suatu kaum yang mempunyai kuku-kuku dari tembaga. Mereka mencakari wajah-wajah dan dada-dada mereka. Aku bertanya: “Siapa mereka wahai Jibril?” Ia menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan menumpuk-numpuk harta.”
HR Abu Dawud (4878), Kitab Adab, Bab Tentang Ghibah. Menurut al-Albani hadits ini shahih lighairih dalam ash-Shahihah (II: 533) dan Shahih at-Targhib (III: 2839). Sebelumnya dalam Takhrij al-Misykat (III: 5046) beliau belum menetapkan derajatnya.

Langit Ke-6: Saran Nabi Musa
Saat aku kembali (turun) hingga menjumpai Musa, ia bertanya: “Apa yang engkau bawa?”.Kujawab: “Aku diwajibkan lima puluh shalat”. Ia berkata: “Aku lebih mengetahui manusia daripadamu. Aku telah berurusan dengan Bani Israil dengan urusan yang sulit. Dan sesungguhnya umatmu tidak akan mampu. Maka kembalilah kepada Tuhanmu, kemudian mintalah (keringanan) kepada-Nya.”

Sidratul Muntaha: Keringanan kewajiban shalat
Oleh karena itu aku kembali. Akupun meminta (keringanan) kepada-Nya sehingga Dia menjadikannya empat puluh.

Langit Ke-6, Sidratul Muntaha
Kemudian seperti tadi (ketika bertemu Musa), lalu tiga puluh. Kemudian seperti tadi sehingga Dia jadikan dua puluh. Kemudian seperti tadi sehingga Dia jadikan sepuluh. Ketika aku bertemu Musa, ia berkata seperti tadi. Dia pun menjadikannya lima.

Langit Ke-6: Berserah diri
Tatkala aku bertemu Musa, ia berkata: “Apa yang engkau bawa?”. Begitu kujawab: “Dia jadikan lima”, ia (masih) berkata seperti tadi. Maka aku katakan: “Aku berserah diri dengan baik”, sehingga diserukanlah: “Sesungguhnya Aku (Allah) telah menetapkan kewajiban-Ku serta meringankan hamba-Ku, dan Aku akan memberi pahala kebajikan sepuluh kalinya.”
HR al-Bukhari (3207) dengan redaksi sebagaimana telah dikemukakan panjang lebar, an-Nasai (448), dan Ahmad (17378 & 17381).

Peristiwa Sepulang Isra Mi’raj

Isra Mi’raj merupakan ujian keimanan bagi manusia. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma tentang firman-Nya Ta’ala: “Dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia” (al-Isra’, 17: 60). Ia berkata: Itu adalah dengan mata yang telah dilihat Rasulullah SAW pada malam beliau diisra’kan ke Bait al-Maqdis. Ia berkata: “dan pohon kayu yang terkutuk dalam Al-Qur’an”, ia berkata: Itu adalah Pohon Zaqqum. HR al-Bukhari (3888), Kitab Manaqib, Bab Mi’raj.

 Beliau SAW menceritakan Isra Mi’raj dan melihat gambaran Baitul Maqdis
Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Ketika malam aku diisra’kan dan subuhnya aku telah sampai di Makkah, aku mengkhawatirkan urusanku, dan aku tahu bahwasanya manusia akan mendustakanku. Kemudian aku duduk bersedih hati.

Ia Ibnu Abbas) berkata: Kemudian melintaslah musuh Allah, Abu Jahl. Dia datang sehingga duduk di dekat beliau, kemudian berkata kepada beliau: Kamu tampak bersedih, apakah ada sesuatu? Rasulullah SAW pun menjawab: Ya. Dia berkata: Apa itu? Beliau menjawab: Sesungguhnya aku diisra’kan malam tadi. Dia berkata: Ke mana? Beliau menjawab: Ke Bait al-Maqdis. Dia bertanya: Kemudian engkau subuh sudah ada di hadapan kami (di Makkah ini)? Beliau jawab: Ya. Ia berkata: Namun dia tidak menampakkan sikap bahwa dia mendustakannya karena takut beliau tidak mau menceritakan hal itu lagi jika kaumnya dipanggilkannya. Dia berkata: Tahukah engkau, jika engkau hendak mendakwahi kaummu, kau harus kisahi mereka apa yang barusan kau ceritakan padaku. Rasulullah SAW pun menjawab: Ya.

Kemudian dia berseru: Kemarilah wahai penduduk Bani Ka’ab bin Lu`ai! Lalu mereka berkumpul kepadanya datang sampai duduk mengelilingi keduanya. Dia berkata: Kisahi kaummu apa yang telah engkau kisahkan kepadaku. Rasulullah SAW pun berkata: Sesungguhnya malam tadi aku diisra’kan. Mereka bertanya: Ke mana? Kujawab: Ke Bait al-Maqdis. Mereka bertanya: Kemudian subuh engkau berada di depan kami. Beliau menjawab: Ya. Ia (Ibnu Abbas) berkata: Maka ada yang bersorak dan ada yang meletakkan tangannya di atas kepala heran atas kebohongan itu (menurut mereka). Mereka berkata: Dan apakah engkau dapat menyifatkan kepada kami masjid itu? Dan di antara penduduk ada yang pernah pergi ke negeri itu dan pernah melihat masjid itu. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Maka aku mulai menyebutkan ciri-cirinya dan tidaklah aku berhenti menyifatkan sehingga aku lupa beberapa cirinya.” Beliau bersabda: “Lantas didatangkanlah masjid sampai diletakkan tanpa kesamaran sehingga aku dapat melihat(nya). Maka aku menyifatkannya dengan melihat hal itu.” Ia berkata: Dan sampai ini, ada sifat yang tidak aku hafal.

Ia berkata: Kemudian ada kaum yang berkata: “Adapun sifat tersebut, demi Allah, ia benar.” HR Ahmad (2680). Disahkan al-Albani dalam ash-Shahihah (VII: 3021).

Hasan dan Abu Zaid telah berkata: Abdu`sh Shamad telah berkata: Telah mengisahi kami Hilal, dari Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, ia telah berkata: Nabi SAW diisra’kan ke Bait al-Maqdis. Kemudian sekembalinya dari malamnya itu, beliaupun mengisahi mereka (umat manusia) mengenai perjalanannya, ciri-ciri Bait al-Maqdis dan unta-unta mereka. Maka saling berbincanglah (gemparlah) manusia.

Hasan berkata: Kami membenarkan Muhammad terhadap apa yang diucapkannnya. Lalu banyak orang yang kembali kafir. Kemudian Allah menebas leher-leher mereka bersama-sama dengan Abu Jahal (ketika Perang Badar). Dan Abu Jahal berkata: “Muhammad menakut-nakuti kita dengan Pohon Zaqqum (terlaknat). Bawalah kemari kurma dan mentega, kemudian laknatlah ia.” Dan beliau telah melihat Dajjal dalam bentuknya dengan mata kepala, bukan ketika mimpi saat tidur; ‘Isa, Musa, dan Ibrahim semoga shalawat Allah atas mereka. Kemudian Nabi SAW ditanya tentang (ciri-ciri) Dajjal. Beliaupun menjawab: “Tinggi dan besar.”

Hasan berkata: Beliau berkata: “Aku melihatnya berkulit putih, tinggi besar. Salah satu matanya juling seperti bintang yang bersinar. Rambut kepalanya seperti ranting-ranting pohon. Dan aku melihat ‘Isa sebagai pemuda berkulit putih, kepalanya tegak, bermata tajam, bertubuh bagus. Dan aku melihat Musa (yang) kekar, berkulit sawo matang, (dan) berambut lebat.”

Hasan berkata (melanjutkan riwayat marfu’ tadi): “Rambutnya indah. Dan aku melihat Ibrahim, maka aku tidak melihat salah satu cirinya kecuali aku melihatnya ada pada diriku. Seakan-akan dia adalah sahabat kalian ini (yaitu Rasulullah sendiri). Kemudian Jibril ‘alaihi`s salam berkata: “Berilah salam kepada Malik (malaikat penjaga neraka)”, maka aku mengucapkan salam kepadanya.” HR Ahmad (3365). Isnadnya hasan menurut al-Albani.

Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah n : “Sungguh aku telah melihat di al-Hijr dan orang-orang Quraisy menanyaiku tentang perjalanan malamku (isra). Mereka menanyaiku tentang hal-hal dari Baitul Maqdis yang tidak kuperhatikan. Maka akupun gelisah dengan kegelisahan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.” Beliau bersabda: “Kemudian Allah menampakkan (gambaran Baitul Maqdis) untukku sehingga aku melihat kepadanya. Tidaklah aku ditanya tentang sesuatupun (mengenai Baitul Maqdis) kecuali aku kabarkan hal itu kepada mereka.

Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama’ah para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Syanu’ah. Dan ada pula Isa bin Maryam p sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim p sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami mereka. Seusai shalat, ada yang berkata: Wahai Muhammad; ini adalah Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya. Akupun menoleh kepadanya, namun dia mendahuluiku memberi salam.”


HR Muslim (172), Kitab Iman, Bab Penyebutan al-Masih bin Maryam dan al-Masih ad-Dajjal. Ketika Suku Quraisy mendustakanku [ketika aku diisrakan ke Baitul Maqdis], aku berdiri di al-Hijr. Kemudian Allah menampakkan Baitul Maqdis bagiku. Akupun menerangkan kepada mereka tentang ciri-cirinya sementara aku melihat (penampakan) itu.

HR al-Bukhari (3886) & [4710] – redaksi di atas, Ahmad, al-Baihaqi, at-Tirmidzi, dan an-Nasai dari Jabir. Takhrij hadits dalam Shahih al-Jami’ (II: 5215).

Abu Bakar memperoleh julukan ash-Shiddiq
Saat Nabi SAW diisrakan ke Masjid al-Aqsha, subuhnya orang-orang membicarakan hal itu. Maka sebagian orang murtad dari yang awalnya beriman dan membenarkan beliau. Mereka memberitahukan hal itu kepada Abu Bakar radhiya`llahu anhu. Mereka bertanya: “Apa pendapatmu tentang sahabatmu yang mengaku bahwasanya dia diisrakan malam tadi ke Baitul Maqdis?” Dia (Abu Bakar) menjawab: “Apakah ia berkata demikian?” Mereka berkata: Ya. Dia menjawab: “Jika ia mengatakan itu, maka sungguh ia telah (berkata) jujur.” Mereka berkata: “Apakah engkau membenarkannya bahwasanya dia pergi malam tadi ke Baitul Maqdis dan sudah pulang sebelum subuh?” Dia menjawab: “Ya, sungguh aku membenarkannya (bahkan) yang lebih jauh dari itu. Aku membenarkannya terhadap berita langit (yang datang) di waktu pagi maupun sore.” Maka karena hal itulah, Abu Bakar diberi nama ash-Shiddiq (orang yang membenarkan).

HR al-Hakim dari Aisyah radhiyallahu anha. Shahih lighairih menurut al-Albani dalam ash-Shahihah (I: 306).

Datang sekelompok orang-orang Quraisy kepada Abu Bakar. Mereka kemudian berkata: “Apa pendapatmu tentang sahabatmu ! Ia mengaku bahwasanya dia mendatangi Baitul Maqdis, kemudian pulang ke Makkah dalam satu malam saja ?! Abu Bakar menjawab: “Apakah ia berkata demikian?” Mereka berkata: “Ya.” Dia menjawab: “Sungguh ia telah jujur.” (menurut riwayat al-Baihaqi: Dia menjawab: “Ya, sungguh aku membenarkannya bahkan yang lebih jauh dari itu. Aku membenarkannya terhadap berita langit.” Dia berkata: Maka karena itulah, dia diberi nama ash-Shiddiq). HR Qasim bin Tsabit (dan al-Baihaqi) dalam ad-Dalail mereka masing-masing dari Jabir (al-Isra, h. 60-61). 

Keajaiban Peristiwa Isra dan Mi’raj Telah Dibenarkan Oleh Laboratorium Nuklir


Gambar 3.

Telah diterangkan dalam al quran bahwa bangsa Malaikat dan Jin dapat bergerak atau berpindah tempat dengan sangat cepat, bahkam banyak diantaranya yang mampu berpindah tempat atau membawa sesuatu benda berat dengan hanya kedipan mata, apa yang dimilki oleh golongan Malaikat dan bangsa Jin, itu karena kecepatan mereka di atas kecepatan cahaya, benarkah kemampuan mereka diatas kecepatan cahaya?

Kecepatan cahaya adalah kecepatan tercepat yang diyakini bisa dicapai oleh sebuah benda di alam semesta ini, Kecepatan cahaya dalam sebuah vakum adalah 299.792.458 meter per detik (m/s) atau 1.079.252.848,8 kilometer per jam (km/h) atau 186.282.4 mil per detik (mil/s) atau 670.616.629,38 mil per jam (mil/h). Kecepatan cahaya ditandai dengan huruf c, yang berasal dari bahasa Latin celeritas yang berarti “kecepatan”, dan juga dikenal sebagai konstanta Einstein. Kecepatan cahaya sampai saat ini masih diakui sebagi kecepatan yang paling tercepat dari kemampuan bergerak suatu benda apapun.
Lalu pertanyaannya adalah apakah ada kemungkinan manusia mampu bergerak setara dengan kecepatan cahaya?

Ketika seorang pilot pesawat tempur menambah percepatan pesawat secara tiba-tiba dengan kecepatan yang tinggi maka mendadak pilot akan kehilangan kesadaran (black out). Penjelasannya biasanya dikarenakan dalam keadaan tersebut jantung pilot tidak cukup kuat untuk memompa darah ke kepala. Jika percepatan semakin dinaikan secara tiba-tiba, maka akan terasa tekanan yang hebat di dada. Seakan sang pilot terpaku kuat-kuat di kursinya. Tekanan itu juga akan berakibat tangan susah di gerakan, mulut mengaga lebar, mata melotot, seolah mau meloncat keluar dari kelopak dan darah mengalir dalam tubuh menolak naik ke otak.

Perlahan kesadaran habis dan mungkin dalam tempo beberapa menit sang pilot akan mengalami kematian. Keadaan ini terjadi jika dilakukan penambahan percepatan pesawat dengan kecepatan yang sangat tinggi dan dalam waktu singkat atau tanpa dilakukan secara bertahap. Karena secara realitas itulah yang akan manusia alami jika mengalami percepatan untuk mencapai kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Apalagi jika dilakukan tanpa adanya tahapan. Karena pada dasarnya keberadaan fisik kita ini, terletak pada medan gravitasi bumi dengan nilai tertentu. Objek padat(manusia) akan mengalami pertambahan berat jika menjelajah semakin cepat.

Sampai saat ini dipercaya bahwa objek bermassa yang dapat bergerak setara dengan kecepatan cahaya. Lalu adakah manusia yang pernah merasakan gerakan dalam kecepatan cahaya?
Keajaiban Isra dan Miraj

Allah Swt berfirman di dalam Alquran Surah Al-Israa’ ayat 1: “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda–tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” 

Allah SWT memberikan keistimewaan pada Nabi Muhammad s.a.w. dalam perjalanan Isra’ Mi’raj berupa perjalanan yang sangat jauh tapi dapat ditempuh dengan waktu yang relatif pendek. Dicapai dengan kecepatan yang sangat cepat, bahkan bisa jadi lebih cepat berlipat-lipat dari kecepatan cahaya.

Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa perjalanan luar biasa itu bukan kehendak dari Rasulullah Saw sendiri, tapi merupakan kehendak Allah Swt. Untuk keperluan itu Allah mengutus malaikat Jibril as (makhluk di langit 9) beserta malaikat lainnya sebagai pemandu perjalanan suci tersebut. Dipilihnya malaikat sebagai pengiring perjalanan Rasulullah Saw dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan melintasi ruang waktu.

Selain Jibril as dan kawan-kawan, dihadirkan juga kendaraan khusus bernama Buraq, makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama Buraq berasal dari kata barqun yang berarti kilat. Perjalanan dari kota Makkah ke Palestina berkendaraan Buraq tersebut ditempuh dengan kecepatan cahaya, sekitar 300.000 kilo meter per detik.

Nabi Muhammad s.a.w. adalah manusia pilihan Allah SWT yang telah diperlihatkan keadaan surga dan neraka pada peristiwa itu. Jika Nabi s.a.w. mengalami peristiwa luar biasa itu, apakah kita manusia biasa memungkinkan untuk itu? Seandainya badan bermateri padat seperti tubuh kita dipaksakan bergerak dengan kecepatan cahaya, bisa diduga apa yang akan terjadi. Badan kita mungkin akan tercerai berai karena ikatan antar molekul dan atom bisa terlepas.

Jawaban yang paling mungkin untuk pertanyaan itu adalah tubuh kita diubah susunan materinya menjadi cahaya. Bagaimanakah hal itu mungkin terjadi ? Teori yang memungkinkan adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika materi direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.

Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma, dengan energi masing-masing 0,511 MeV (Mega Electron Volt) untuk pasangan partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton.

Sebaliknya apabila ada dua buah berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut di atas dilewatkan melalui medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya.

alam semesta ini diciptakan berpasang-pasangan. secara umum alam terbentuk atas materi dan energi. bisa dikatakan materi adalah bentuk energi yang termampatkan. sebagaimana konsep kesetaraan massa dan energi yang dirumuskan oleh Einstein, bahwa materi dalam kondisi tertentu dapat berubah menjadi energi, dan sebaliknya energi dapat berubah menjadi materi. setiap objek berwujud yang ada dalam alam semesta ini, pada dasarnya tersusun atas materi2 submikroskopik yang kita kenal dengan istilah atom, proton dan neutron serta dikelilingi elektron.

Pasangan materi adalah anti materi. materi adalah objek bermassa positif sedangkan antimateri atau antipartikel aldalah objek bermassa negatif. materi dan energi bukan berpasangan, walaupun keduanya bisa saling menjelma. materi jika bertemu dengan antimateri dalam kondisi tertentu akan menjelma menjadi foton (annihilasi). foton tidak memiliki massa namun memiliki energi dan momentum.

annihilasi atau proses pemusnahan terjadi ketika massa antimateri menghapus massa materi, sehingga keduanya lenyap dan menjelma menjadi 2 foton gamma dengan massa yang bernilai nol. sebaliknya, proses penciptaan (creation), jika foton berada pada medan tertentu, maka foton akan berproses menjadi materi. proses ini bisa berlangsung berulang-ulang seperti siklus.

Jika dihitung jarak Bumi dan Bulan sekitar 450.000 km ditempuh dengan kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu sekitar 1,5 detik dalam ukuran waktu kita di bumi. Sesampainya di Bulan tubuh kita kembali menjadi materi. Peristiwa ini mungkin lebih dikenal seperti teleportasi dalam teori fisika kwantum atau ilmu pindah sekejap dalam supranatural.

Yang perlu dipahami adalah perjalanan antar dimensi bukanlah perjalanan berjarak jauh atau pengembaraan angkasa luar, melainkan perjalanan menembus batas dimensi.

Telaah Kecepatan Cahaya dan Keajaiban Peristiwa Isra' Mi’raj


Gambar 4.

Telah dijelaskan dalam Al Quran bahwa bangsa Malaikat dan Jin dapat bergerak atau berpindah tempat dengan sangat cepat, bahkan banyak di antaranya yang mampu berpindah tempat atau membawa sesuatu benda berat dengan hanya kedipan mata. Apa yang dimiliki oleh golongan Malaikat dan bangsa Jin, itu karena kecepatan mereka di atas kecepatan cahaya. Benarkah kemampuan mereka di atas kecepatan cahaya?

Kecepatan cahaya adalah kecepatan tercepat yang diyakini bisa dicapai oleh sebuah benda di alam semesta ini. Kecepatan cahaya dalam sebuah vakum adalah 299.792.458 meter per detik (m/s) atau 1.079.252.848,8 kilometer per jam (km/h) atau 186.282.4 mil per detik (mil/s) atau 670.616.629,38 mil per jam (mil/h).

Kecepatan cahaya ditandai dengan huruf c, yang berasal dari bahasa Latin celeritas yang berarti “kecepatan”, dan juga dikenal sebagai konstanta Einstein. Kecepatan cahaya sampai saat ini masih diakui sebagai kecepatan yang paling tercepat dari kemampuan bergerak suatu benda apapun.

Lalu pertanyaannya adalah, apakah ada kemungkinan manusia mampu bergerak setara dengan kecepatan cahaya?

Ketika seorang pilot pesawat tempur menambah percepatan pesawat secara tiba-tiba dengan kecepatan yang tinggi maka mendadak pilot akan kehilangan kesadaran (black out). Penjelasannya biasanya dikarenakan dalam keadaan tersebut jantung pilot tidak cukup kuat untuk memompa darah ke kepala.

Jika percepatan semakin dinaikan secara tiba-tiba, maka akan terasa tekanan yang hebat di dada seakan sang pilot terpaku kuat-kuat di kursinya. Tekanan itu juga akan berakibat tangan susah di gerakan, mulut mengaga lebar, mata melotot, seolah mau meloncat keluar dari kelopak dan darah mengalir dalam tubuh menolak naik ke otak.

Perlahan kesadaran akan habis dan mungkin dalam tempo beberapa menit sang pilot akan mengalami kematian. Keadaan ini terjadi jika dilakukan penambahan percepatan pesawat dengan kecepatan yang sangat tinggi dan dalam waktu singkat atau tanpa dilakukan secara bertahap.

Karena realitas itulah yang akan manusia alami jika mengalami percepatan untuk mencapai kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya apalagi jika dilakukan tanpa adanya tahapan, karena pada dasarnya keberadaan fisik kita ini, terletak pada medan gravitasi bumi dengan nilai tertentu. Objek padat(manusia) akan mengalami pertambahan berat jika menjelajah semakin cepat.

Sampai saat ini dipercaya bahwa objek bermassa yang dapat bergerak setara dengan kecepatan cahaya. Lalu adakah manusia yang pernah merasakan gerakan dalam kecepatan cahaya?


Gambar 5.

Keajaiban Isra dan Miraj

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda–tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Al Israa: 1)

Allah memberikan keistimewaan pada Nabi Muhammad dalam perjalanan Isra’ Mi’raj berupa perjalanan yang sangat jauh tapi dapat ditempuh dengan waktu yang relatif pendek. Dicapai dengan kecepatan yang sangat cepat, bahkan bisa jadi lebih cepat berlipat-lipat dari kecepatan cahaya.

Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa perjalanan luar biasa itu bukan kehendak dari Rasulullah sendiri, tapi merupakan kehendak Allah. Untuk keperluan itu Allah mengutus malaikat Jibril (makhluk berdimensi 9) beserta malaikat lainnya sebagai pemandu perjalanan suci tersebut. Dipilihnya malaikat sebagai pengiring perjalanan Rasulullah dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan melintasi ruang waktu.

Selain Jibril dan kawan-kawan, dihadirkan juga kendaraan khusus bernama Buraq, makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama Buraq berasal dari kata barqun yang berarti kilat. Perjalanan dari kota Makkah ke Palestina berkendaraan Buraq tersebut ditempuh dengan kecepatan cahaya, sekitar 300.000 kilo meter per detik.

Nabi Muhammad adalah manusia pilihan Allah yang telah diperlihatkan keadaan surga dan neraka pada peristiwa itu. Jika Nabi SAW mengalami peristiwa luar biasa itu, apakah kita manusia biasa memungkinkan untuk itu? Seandainya badan bermateri padat seperti tubuh kita dipaksakan bergerak dengan kecepatan cahaya, bisa diduga apa yang akan terjadi? Badan kita mungkin akan tercerai berai karena ikatan antar molekul dan atom bisa terlepas.

Jawaban yang paling mungkin untuk pertanyaan itu adalah tubuh kita diubah susunan materinya menjadi cahaya. Bagaimanakah hal itu mungkin terjadi? Teori yang memungkinkan adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika materi direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.

Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma, dengan energi masing-masing 0,511 MeV (Mega Electron Volt) untuk pasangan partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton.

Sebaliknya apabila ada dua buah berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut di atas dilewatkan melalui medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya.

Alam semesta ini diciptakan berpasang-pasangan. Secara umum, alam terbentuk atas materi dan energi. Bisa dikatakan materi adalah bentuk energi yang termampatkan.

Sebagaimana konsep kesetaraan massa dan energi yang dirumuskan oleh Einstein, bahwa materi dalam kondisi tertentu dapat berubah menjadi energi, dan sebaliknya energi dapat berubah menjadi materi. Setiap objek berwujud yang ada dalam alam semesta ini, pada dasarnya tersusun atas materi2 submikroskopik yang kita kenal dengan istilah atom, proton dan neutron serta dikelilingi elektron.

Pasangan materi adalah anti materi. Materi adalah objek bermassa positif sedangkan antimateri atau antipartikel aldalah objek bermassa negatif. Materi dan energi bukan berpasangan, walaupun keduanya bisa saling menjelma. Materi jika bertemu dengan antimateri dalam kondisi tertentu akan menjelma menjadi foton (annihilasi). Foton tidak memiliki massa namun memiliki energi dan momentum.

Annihilasi atau proses pemusnahan terjadi ketika massa antimateri menghapus massa materi, sehingga keduanya lenyap dan menjelma menjadi 2 foton gamma dengan massa yang bernilai nol. Sebaliknya, proses penciptaan (creation), jika foton berada pada medan tertentu, maka foton akan berproses menjadi materi. Proses ini bisa berlangsung berulang-ulang seperti siklus.

Jika dihitung jarak Bumi dan Bulan sekitar 450.000 km ditempuh dengan kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu sekitar 1,5 detik dalam ukuran waktu kita di bumi. Sesampainya di bulan tubuh kita kembali menjadi materi. Peristiwa ini mungkin lebih dikenal seperti teleportasi dalam teori fisika kuantum atau ilmu pindah sekejap dalam supranatural.

Yang perlu dipahami adalah perjalanan antar dimensi bukanlah perjalanan berjarak jauh atau pengembaraan angkasa luar, melainkan perjalanan menembus batas dimensi. Lalu dengan apa kita bisa melakukan perjalan menembus dimensi itu? Dengan alam bawah sadar yang kita miliki kadang bisa melalui firasat dan mimpi atau saat sukma keluar dari tubuh fisik kita!

Bila memang kecepatan cahaya itu 300.000 km/detik mampu menembus dimensi ruang dan waktu berarti dengan kecepatan itu pula kita bisa melihat masa depan! Sungguh masa besar Allah dengan segala firman-Nya (kaskus.us/indospiritual.com/fimadani)

Rasulullah SAW, Tegur Sapa dan Doa Para Nabi Penghuni 7 Tingkatan Langit


Gambar 6.

Nabi besar Muhammad SAW mengalami peristiwa besar, yakni Isra Mi’raj. Para peristiwa tersebut Baginda Nabi bertemu dengan Sang Penguasa Alam, Allah SWT dan mendapat perintah dari Allah SWT untuk menjalankan Shalat 5 waktu dalam sehari.
Dalam perjalanan bertemu Sang Pencipta, Rasulullah ditemani Malaikat Jibril dengan mengendarai Buraaq. Yaitu hewan putih panjang, berbadan besar melebihi keledai dan bersayap. Sekali melangkah, Buraaq bisa menempuh perjalanan sejuah mata memandang dalam sekejap.

Rasulullah SAW melewati 7 langit dan bertemu dengan para penghuni di setiap tingkatan. Kabar ini dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan imam Muslim dari Anas bin Malik.

Ketika mencapai langit tingkat pertama, Rasulullah SAW bertemu dengan manusia sekaligus wali Allah SWT pertama di muka bumi, Nabi Adam AS. Saat bertemu nabi Adam, Rasulullah sempat bertegur sapa sebelum akhirnya meninggalkan dan melanjutkan perjalanannya. Nabi Adam membekali Rasullulah dengan doa, supaya Rasulullah SAW selalu diberi kebaikan pada setiap urusan yang dihadapinya. Sambil mengucapkan salam, Rasullulah meninggalkan langit pertama untuk menuju langit kedua.

Sesampainya di langit kedua, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya. Seperti halnya di langit pertama, Rasullulah disapa dengan ramah oleh kedua nabi pendahulunya. Sewaktu akan meninggalkan langit kedua, Nabi Isa dan Yahya juga mendoakan kebaikan kepada Rasullulah. Kemudian Rasullulah bersama Malaikat Jibril terbang lagi menuju langit ketiga.

Tidak disangka, di langit ketiga, Rasulullah bertemu dengan Nabi Yusuf, manusia tertampan yang pernah diciptakan Allah SWT di Bumi. Dalam pertemuannya, Nabi Yusuf memberikan sebagian dari ketampanan wajahnya kepada Nabi Muhammad. Dan juga di akhir pertemuannya, Nabi Yusuf memberikan doa kebaikan kepada nabi terakhir itu.

Langit ke empat. Setelah berpisah dengan Nabi Yusuf di langit ketiga, Nabi Muhammad melanjutkan perjalanan dan sampailah dia ke langit keempat. Pada tingkatan ini, Rasulullah bertemu Nabi Idris. Yaitu manusia pertama yang mengenal tulisan, dan nabi yang berdakwah kepada Bani Qabil dan Memphis di Mesir untuk beriman kepada Allah SWT. Seperti pertemuan dengan nabi-nabi sebelumnya, Nabi Idris memberikan doa kepada Nabi Muhammad supaya diberi kebaikan pada setiap urusan yang dilakukannya.

Sesampainya di langit kelima, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Harun. Yaitu nabi yang mendampingi saudaranya, Nabi Musa berdakwah mengajak Raja Firaun yang menyebut dirinya tuhan dan kaum Bani Israil untuk beriman kepada Allah SWT. Harun terkenal sebagai nabi yang memiliki kepandaian berbicara dan meyakinkan orang. Di langit kelima, Nabi Harun mendoakan Nabi Muhammad senantiasa selalu mendapat kebaikan pada setiap perbuatannya. Setelah bertemu, kemudian Nabi Muhammad melanjutkan perjalanannya ke langit keenam.

Pada langit keenam, Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril bertemu dengan Nabi Musa. Yaitu nabi yang memiliki jasa besar dalam membebaskan Bani Israil dari perbudakan dan menuntunnya menuju kebenaran Illahi. Nabi Musa juga terkenal dengan sifatnya yang penyabar dan penyayang selama menghadapi kolot dan bebalnya perilaku Bani Israil. Selama bertemu dengan Muhammad, Nabi Musa menyambut layaknya kedua sahabat lama yang tidak pernah bertemu. Penuh kehangatan dan keakraban. Sebelum Nabi Muhammad pamit meninggalkan langit keenam, Nabi Musa melepasnya dengan doa kebaikan.

Tibalah Nabi Muhammad ke langit ketujuh. Di langit ini, Nabi Muhammad bertemu dengan sahabat Allah SWT, bapaknya para nabi, Ibrahim AS. Sewaktu bertemu, Nabi Ibrahim sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma’muur, yaitu suatu tempat yang disediakan Allah SWT kepada para Malaikat – Nya. Setiap harinya, tidak kurang dari 70 ribu Malaikat masuk ke dalam. Kemudian Nabi Ibrahim mengajak Muhammad untuk pergi ke Sidratul Muntaha sebelum bertemu dengan Allah SWT untuk menerima perintah wajib Shalat.

Sidratul Muntaha merupakan sebuah pohon yang menandai akhir dari batas langit ke tujuh. Masih dalam hadits yang sama, Rasulullah SAW menceritakan bentuk fisik dari Sidratul Muntaha, yaitu berdaun lebar seperti telinga gajah dan buahnya yang menyerupai tempayan besar.

Namun ciri fisik Sidratul Muntaha berubah ketika Allah SWT datang. Bahkan Nabi Muhammad sendiri tidak bisa berkata-kata menggambarkan keindahan pohon Sidratul Muntaha. Pada kepecayaan agama lain, Sidratul Muntaha juga diartikan sebagai pohon kehidupan.

Di Sidratul Muntaha inilah Nabi Muhammad berdialog dengan Allah SWT, untuk menerima perintah wajib Shalat lima waktu dalam sehari.

Tinjauan Sains dan Teknologi Terhadap Isra’ Mi’raj


Gambar 7.

Isra’ Mi’raj dan Saintek (Saintek=Sains+Teknologi) merupakan dua hal yang mempunyai hubungan mutually exclusive dalam klasifikasi pengetahuan manusia. Isra` Mi`raj jelas merupakan satu bahasan dalam metafisika, dan secara prinsipiil ruang bahasan metafisika berbeda dengan ruang bahasan saintek.

Saintek membahas hukum-hukum alam material yang empiris, sains menjawab pertanyaan what dan why dan teknologi menjawab pertanyaan for what. Sedang metafisika membahas hukum-hukum umum alam, terutama alam immaterial yang jelas non-empiris.

Mungkin sebagian orang beranggapan,”Sulit bagi kita untuk memahami Isra’ Mi’raj di abad sains dan teknologi ini. Sains modern telah menemukan bahwa kecepatan maksimum materi adalah kecepatan cahaya di ruang hampa (c = 300.000 km/dt). Seperti yang telah kita ketahui cahaya merambat memerlukan waktu 500 detik (8,333 menit) untuk menempuh jarak bumi-matahari, dan ia perlu merambat selama 50.000 tahun hanya untuk melintasi radius galaksi Bima Sakti (The Milky Way), padahal galaksi yang ada di alam ini yang terobservasi sampai saat ini diperkirakan ada ratusan juta. Bagaimana mungkin, seseorang manusia melintasi itu semua dalam waktu semalam?” 

Argumen seperti ini benar-benar menunjukkan kesalahan sistematik kronis suatu sistem berfikir yang masih bisa disebut sebagai “otak”. marilah kita bahas beberapa kesalahan berfikir yang terdapat dalam argumen tersebut.

Pertama, di balik argumen tersebut terdapat suatu anggapan bahwa Isra’ Mi’raj adalah suatu perjalanan yang bersifat murni material. Nabi dianggap berjalan dari satu titik ruang tertentu (Masjid Al-’Aqsha) di alam ini ke satu titik ruang tertentu di balik ujung langit (Sidratul-Muntaha), dan menemui Tuhan di sana.

Apakah mungkin bagi Tuhan terikat pada “ke-dimana-an“? Padahal Ia-lah Yang Maha Mutlak. Tidak Terbatas. Karena jika ada sesuatu yang membatasinya berarti ada sesuatu yang lebih kuasa dari-Nya. Subhanallahi ‘amma yashifuun.

Perhatikan ayat berikut ini; “Wa idzaa sa’alaka ‘ibaadi ‘annii fa innii qariib”(QS Al-Baqarah 186). Allah Yang Maha Dekat terhadap Anda, terhadap saya, terhadap kita semua. Dan tentu tidak mungkin menafsirkan ayat ini dengan mengartikan dekat dalam pengertian “ke-dimana-an” material seperti di atas.

Kedua, sekiranya sekali lagi sekiranya anggapan di atas benar pun, apakah benar bahwa perjalanan ini tidak mungkin secara logis? Mungkin perlu bagi kita untuk meninjau kembali berbagai jenis kemungkinan.

Pertama, adalah kemungkinan empiris, contohnya adalah naik gunung Himalaya mungkin secara empiris.

Kedua, adalah kemungkinan saintifik, contohnya adalah mungkin membuat kereta api yang melayang di atas relnya dengan energi superkonduktor. Walaupun kereta ini belum ada secara empiris namun secara saintifik ini mungkin. Kemungkinan saintifik dan kemungkinan empiris ini relatif, berubah terhadap ruang dan waktu dan tidak bisa dipegang sebagai satu kebenaran mutlak.

Secara saintifik tidak mungkin bagi seseorang masih hidup jika jantungnya telah tidak berdenyut selama seratus hari, tapi kenyataannya secara empiris ada ahli-ahli yoga India yang mampu melakukannya.

Secara empiris tidak mungkin untuk bergerak dengan kecepatan 1000 kali kecepatan suara saat ini, padahal secara saintifik itu sangat mungkin (1000 kali kecepatan suara = 0,001 kali kecepatan cahaya). Secara empiris, dulu tidak mungkin orang bisa pergi ke bulan, sedang sekarang secara empiris hal itu jelas-jelas mungkin.

Secara saintifik, dulu tidak mungkin bagi seseorang untuk memahami eksistensi gelombang elektromagnetik, tapi sejak Maxwell menemukannya sekarang semua mahasiswa memahaminya. Bahkan secara empiris, kita telah menikmati manfaatnya melewati TV, radio, dll..

Jenis kemungkinan ketiga adalah, kemungkinan logis. Sesuatu disebut mungkin secara logis, jika ia tidak melanggar prinsip non-kontradiksi. Apa contoh sesuatu yang tidak mungkin secara logis? Misal; sesuatu ada sekaligus tidak ada di suatu tempat dan waktu tertentu secara bersamaan.

Apa contoh lain? Misal; adanya lingkaran sempurna yang luasnya tidak berbanding lurus dengan kuadrat jari-jari. Apa contoh lain yang mudah? Misal; membagi tiga keping uang seratusan logam secara merata kepada dua orang tanpa perlu membagi/menukarkan keping tersebut. Dan lain-lain. 


Gambar 8.

Kemungkinan logis ini tidak relatif, tapi mutlak. Tidak tergantung ruang dan waktu. Tidak tergantung kasus apapun. Ia berlaku universal. Kemungkinan logis inilah yang dapat dipakai sebagai satu ukuran logis atau tidak logis nya sesuatu secara umum.

Ditinjau dari kemungkinan logis ini, misalnya, sekali lagi misalnya kita anggap asumsi model perjalanan Isra’ Mi’raj yang material itu pun kita terima, tidak ada kontradiksi logis apapun di sana. Kejadian tersebut tidak melanggar prinsip non-kontradiksi. Jadi ya, sahih. Atau mungkin-mungkin saja secara logis.

Sedikit lebih jauh lagi, apakah Anda mendengar suatu eksperimen akhir-akhir ini yang telah membantah Teori Relativitas dengan ditemukannya partikel yang bergerak lebih cepat dari cahaya? Mari kita tinggalkan kerangka empirisme dan saintifik yang relatif dalam memahami hal-hal yang bersifat absolut. Kembali ke struktur berfikir yang jernih. Dan logis.

Apa satu hikmah Isra’ Mi’raj bagi kita? Minimal, kita menjadi menyadari pentingnya berfikir di luar kerangka empirisme dan saintek yang amat relatif. Kemudian, kita menyadari kemungkinan logis yang jauh lebih luas dan umum dari sekadar empirisme inderawiah dan saintek materialis yang dangkal. Dan mungkin, kita akan menyadari makna immaterialitas perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Suci, jauh di atas sekadar keajaiban-nya yang mengatasi alam materi ini. 

Kita teringat ada satu makhluk manusia yang teramat mulia. Tubuh materialnya telah terspiritualisasi sempurna menjadi Cahaya yang lebih terang dari seluruh Cahaya material maupun immaterial lain. Seluruh wujud-nya mengalami perjalanan, atau mungkin kita lebih suka menyebutnya sebagai transformasi atau dalam istilah filsafatnya gerakan substansial (harakah al-jauhariyah), sehingga dikatakan ia mencapai “jarak substansial” terdekat terhadap Hakikat Agung Zat Suci Yang Maha Agung Maha Semarak di antara semua makhluk lain yang dicipta. Ia-lah Muhammad, Kekasih-kita, Junjungan-kita, dalam seluruh hidup-kita dan mati-kita. Dia-lah Muhammad, Kekasih Tuhan Seru Sekalian Alam. Sholallohu ‘alaihi wassalam.’ wallahu a’lam bish-showwab.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.